Dalam proses
pengembangan kota, terkait dengan proses pembangunan. Berkembangnya suatu
daerah menjadi daerah industri dan perkantoran akan membuka kesempatan kerja di
berbagai sektor lapangan kerja (1). Menurut Keats (2004) bahwa sebagian besar
dimensi pembangunan yang dilakukan adalah sebagai suatu peningkatan gaya hidup
masyarakat dengan meningkatkan pendidikan, pendapatan, pengembangan
keterampilan dan ketenaga-kerjaan (2).
Di samping telah
mencapai berbagai kemajuan di segala bidang, tidak dapat dipungkiri masih
menyisakan permasalahan yang justru bersifat kontra-produktif dalam upaya
perwujudan ruang kehidupan yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Berbagai
dampak yang sering ditemui antara lain adalah (3):
a. Alih
fungsi lahan yang tidak terkendali, baik di kawasan lindung maupun kawasan
budidaya yang berdampak pada rusaknya keseimbangan ekosistem dan penurunan
produktivitas.
b. Meningkatnya
intensitas dan cakupan bencana alam, terutama banjir dan tanah longsor, yang
secara langsung mengancam kehidupan manusia, kegiatan usaha, serta sarana dan
prasarana.
c. Semakin
meningkatnya intensitas kemacetan lalu lintas di kawasan perkotaan, yang
berdampak pada inefisiensi koleksi dan distribusi barang dan jasa yang pada
gilirannya dapat menurunkan daya saing kawasan dan produk yang dihasilkan.
d. Semakin
menurunnya ruang terbuka hijau, terutama di kawasan perkotaan, yang berakibat
pada penurunan kualitas lingkungan.
Masalah yang penting dalam pembangunan ialah bagaimana penggunaan lahan
dan sumber daya alam dengan sebaik-baiknya, tanpa mengakibatkan kerusakan atau
degradasi yang disebabkan oleh proses-proses seperti pemupukan, pestisida,
erosi, atau meluasnya penyakit akibat sanitasi yang buruk dan kesulitan
pemenuhan air bersih (4).
Peralihan fungsi lahan pertanian menjadi daerah industri tentunya akan
menurunnya produksi sandang dan pangan. Padahal di sisi lain pertambahan
penduduk juga menyebabkan kebutuhan akan sandang dan pangan meningkat dari
tahun ke tahun. Hasil produksi pertanian dan industri akan dipacu untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Akibatnya, limbah dari pertanian dan industri
(bisa berupa gas, cairan, atau padatan) mencemari udara, tanah, dan perairan.
Jika zat pencemar itu tidak dapat terurai maka konsentrasinya semakin lama semakin
tinggi hingga diluar kemampuan lingkungan untuk furifikasi (pemurnian).
Berbagai jenis pencemar udara dapat merusak pepohonan dan kehidupan di berbagai
badan air, serta merusakkan gedung-gedung dan peninggalan budaya yang terletak
dekat sumber pencemar (5).
Perubahan lahan pertanian juga menyebabkan rasio luas lahan pertanian
dengan populasi penduduk semakin rendah sehingga intensitas pengolahan lahan
semakin tinggi maka akan mempercepat dan memperparah kerusakan lingkungan. Penduduk
miskin yang tidak mempunyai lahan akan terusir dari desa berpindah ke kota-kota
besar mencari pemenuhan kebutuhan hidup tanpa bekal keterampilan apapun yang
sangat diperlukan untuk bertahan hidup. Sebagian masuk ke hutan untuk membuka
hutan karena lahan pertanian yang tersedia semakin sulit untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang paling pokok sekalipun. Kondisi ini menambah masalah
seperti pembuangan dan pengelolaan limbah, penyediaan air bersih, kekurangan
perumahan dan pengangguran (4).
Penebangan hutan, serta membuka lahan-lahan baru untuk digarap maka
lahan-lahan marjinal pada lereng curam digarap tanpa memperhatikan konservasi
tanah, sehingga erosi secara intensif sulit dihindarkan, produktivitas tanah
menurun, longsor, banjir di musim penghujan, dan kekeringan di musim kemarau
secara berkepanjangan membahayakan kelestarian lingkungan (4). Rusaknya hutan juga
dapat menimbulkan perubahan iklim setempat. Hilangnya hutan dan lahan liar
menyebabkan punahnya spesies tumbuhan dan hewan dan mengurangi secara drastis
keanekaragaman hayati dunia (5).
Rekomendasi
dampak:
Pengembangan suatu
wilayah perkotaan akan menimbulkan berbagai konsekuensi terhadap lingkungan.
Untuk itulah diperlukan adanya suatu Rencana Tata Ruang (RTR) wilayah kota yang
harus memperhatikan aspek lingkungan, termasuk penyediaan dan pemanfaatan ruang
terbuka hijau. Proses penataan ruang ini akan mendorong pengembangan wilayah
dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang berkeadilan dalam
lingkungan yang sehat dan berkesinambungan (6). Pengentasan kemiskinan, perubahan pola konsumsi dan
produksi yang tidak menunjang keberlanjutan, serta perlindungan dan pengelolaan
sumber daya alam secara lestari juga menjadi solusi untuk diintegasikan dalam
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (4).
Selain itu, implementasi AMDAL juga sangat perlu disosialisasikan tidak
hanya kepada masyarakat namun perlu juga pada para calon investor agar dapat
mengetahui perihal AMDAL karena proses pembangunan digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, social, dan budaya. Dengan
implementasi AMDAL yang yang sesuai dengan aturan yang ada, maka diharapkan
akan berdampak positif pada pembangunan yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan (7).
Dapus:
1. Soetopo,
Toni. Dampak Proses Pembangunan Kota Mandiri BSD Terhadap Kualitas Hidup
Masyarakat Lokal: Studi Kasus Tiga Desa Sekitar Kota Baru BSD, Tangerang, Jawa
Barat. Universitas Indonesia. Depok.
2.
Kumurur,
Veronice Adelin. Pembangunan Kota. Universitas Sam Ratulangi.
3. Dardak,
A. Hermanto. Perencanaan Tata Ruang Bervisi Lingkungan Sebagai Upaya Mewujudkan
Ruang yang Nyaman, Produktif, dan Berkelanjutan. Direktorat Jenderal Penataan
Ruang, Departemen Pekerjaan Umum. Yogyakarta, 2008.
4. Hastuti.
Pengentasan Kemiskinan dan Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Universitas
Nasional Yogyakarta. Yogyakarta, 2007.
5. Hendriyani,
Yenni. Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan (PBBL). Departemen
Pendidikan Nasional. Bandung, 2006.
6. Sukmana,
Oman. Model Pengembangan Lingkungan Kota Ekowisata (Studi di Wilayah Kota
Batu). HUMANITY 2009; 5 (1): 42-47.
7.
Mukono,
H.J. Kedudukan AMDAL Dalam Pembangunan Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan
(Sustainable Development). Jurnal
Kesehatan Lingkungan 2005; 2 (1): 19-28.